Revisi Peraturan Menteri PLTS Atap: Mengapa Harus Diuji Sebelum Diputuskan?

Pemanfaatan sumber energi terbarukan menjadi semakin penting di tengah tantangan perubahan iklim global. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan potensi matahari yang melimpah, memiliki peluang besar untuk memanfaatkan energi surya sebagai sumber listrik bersih. Salah satu upaya untuk mendorong penggunaan energi surya di tingkat rumah tangga adalah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.

Program PLTS Atap telah menjadi salah satu fokus pemerintah dalam upaya mencapai target penggunaan energi terbarukan. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Yudo Dwinanda Priaadi, dalam sebuah diskusi berjudul "Perubahan Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021: Menjadi Pendorong Capaian Energi Baru Terbarukan di Indonesia?".

Revisi Permen PLTS Atap adalah langkah yang penting dalam mendorong penggunaan energi surya di Indonesia. Namun, penting untuk memastikan bahwa revisi tersebut diuji secara cermat dan melibatkan semua pemangku kepentingan untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan manfaatnya. Dengan keterlibatan yang baik dan pemikiran matang, Indonesia dapat menjadi salah satu pemimpin dalam pemanfaatan energi surya yang bersih dan berkelanjutan.

Pemerintah telah mengambil berbagai langkah kebijakan untuk mendorong pertumbuhan PLTS Atap, salah satunya adalah melalui Peraturan Menteri (Permen) No. 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap, yang saat ini masih menunggu persetujuan. Namun, sayangnya, revisi Permen PLTS Atap ini dilihat oleh beberapa pihak sebagai kemunduran yang dapat mengurangi minat pelanggan, baik itu rumah tangga, sektor sosial, maupun industri.

Bambang Sumaryo, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan dan Regulasi, Teknologi, dan Pengembangan Industri Surya di Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), mengungkapkan kekhawatirannya terkait dampak revisi ini. Menurut Sumaryo, revisi Permen PLTS Atap ini dapat mengurangi minat masyarakat untuk memasang PLTS Atap yang terhubung ke jaringan PLN (on-grid). Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian yang dihadapi oleh calon pengguna PLTS Atap, yang mungkin akan mencari alternatif lain jika kemungkinan untuk menggunakan PLTS Atap on-grid terbatas.

"Dalam situasi ini, masyarakat akan cenderung mencari peluang atau alternatif lain, yang dalam konteks PLTS Atap adalah off-grid. Artinya, revisi ini dapat mendorong masyarakat untuk menjauh dari jaringan listrik PLN, yang dalam bahasa akademis disebut sebagai 'grid defection'. Hal ini memiliki potensi dampak negatif yang signifikan," jelas Sumaryo.

Kekhawatiran ini menyoroti pentingnya mengkaji dengan cermat dampak dari perubahan peraturan terhadap pasar energi terbarukan di Indonesia. Revisi permen PLTS Atap harus mempertimbangkan baik aspek ekonomi maupun keberlanjutan, serta memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil tidak menghambat pertumbuhan sektor energi terbarukan yang sedang berkembang pesat. Dengan demikian, perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, pemangku kepentingan, dan masyarakat untuk mencapai keseimbangan yang baik antara kebijakan energi terbarukan yang efektif dan kepentingan masyarakat secara luas.

Bambang Sumaryo, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan dan Regulasi, Teknologi, dan Pengembangan Industri Surya di Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), menyoroti betapa sulitnya untuk mengembalikan masyarakat yang telah beralih dari grid listrik PLN. Grid defection, atau keputusan masyarakat untuk meninggalkan jaringan listrik PLN, dapat menjadi tantangan serius. Upaya yang diperlukan untuk membawa mereka kembali ke grid bisa memakan waktu dan sumber daya yang signifikan. Hal ini menunjukkan pentingnya peraturan yang merangsang minat masyarakat untuk tetap terhubung dengan grid.

Herman Darnel Ibrahim, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), menyebutkan bahwa revisi Permen PLTS Atap ini dapat berdampak negatif terhadap kapasitas PLTS Atap untuk menarik investor dan pemilik rumah tangga ke dalam penggunaan energi terbarukan. Dia juga menggaris bawahi pentingnya PLTS Atap sebagai salah satu opsi yang sangat potensial dalam mendorong perkembangan energi terbarukan. Keunikan PLTS Atap adalah bahwa pemerintah, terutama PLN, tidak perlu menginvestasikan dana besar dalam pembangunan pembangkit listrik, karena minat masyarakat dalam PLTS Atap sangat tinggi.

Simulasi Sebagai Solusi PLTS Atap

Herman juga mengusulkan bahwa revisi Permen PLTS Atap harus diuji secara simulasi sebelum diterapkan. Simulasi ini akan membantu memahami bagaimana peraturan yang direvisi akan memengaruhi investasi di bidang PLTS, baik oleh industri maupun oleh masyarakat umum. Pendekatan ini akan membantu mengidentifikasi potensi dampak dan memungkinkan penyesuaian peraturan yang lebih baik sebelum diterapkan.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengumumkan rencana revisi Permen PLTS Atap, dimana dalam revisi permen PLTS Atap tersebut mencakup sejumlah perubahan yang dapat memengaruhi pemasangan PLTS Atap di seluruh Indonesia. Beberapa poin utama dalam revisi ini mencakup tarif tenaga listrik, beban pajak serta sertifikasi dan standar.

Di aspek tarif tenaga listrik, Revisi ini berfokus pada penyesuaian tarif tenaga listrik dari PLTS Atap, yang memiliki potensi dampak pada keuntungan yang diperoleh oleh pemilik PLTS Atap. Di aspek beban pajak, Perubahan dalam peraturan ini juga mencakup perubahan terkait pembebasan pajak atau insentif fiskal bagi pemilik PLTS Atap. Sedangkan pada aspek sertifikasi dan standar, Revisi ini juga mencakup persyaratan baru terkait sertifikasi dan standar untuk instalasi PLTS Atap.

Mengapa Revisi Harus Diuji?

Terdapat beberapa alasan mengapa revisi Permen PLTS Atap harus diuji dengan matang sebelum diputuskan. Diantaranya adalah dampak ekonomi, dukungan terhadap industri, keberlanjutan energi terbarukan, serta faktor stakeholder dan keterlibatan publik. Sebagai dampak ekonomi, Revisi ini memiliki potensi dampak signifikan pada ekonomi rumah tangga yang telah menginvestasikan dalam PLTS Atap. Perubahan dalam tarif dan pajak dapat memengaruhi kesejahteraan finansial pemilik PLTS Atap. Industri energi surya di Indonesia telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Perubahan dalam peraturan dapat mempengaruhi kelangsungan bisnis perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam sektor ini.

Dalam rangka mencapai target keberlanjutan dan mengurangi emisi karbon, penting untuk memastikan bahwa peraturan mendukung penggunaan energi surya di tingkat rumah tangga. Di dalam prosesnya, peran stakeholder dan keterlibatan publik memiliki potensi pengembangan yang sangat baik. Dimana melalui revisi Permen PLTS Atap semacam ini selain harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, perusahaan energi surya, pemilik PLTS Atap, dan masyarakat umum. Keterlibatan publik dalam proses ini adalah kunci untuk memastikan bahwa perubahan-perubahan ini mencerminkan kepentingan masyarakat secara luas.

Pandangan para pembicara dalam diskusi ini mencerminkan kompleksitas perubahan regulasi terkait energi terbarukan, khususnya PLTS Atap. Sementara tujuan pemerintah adalah mendorong penggunaan energi terbarukan, perlu dipertimbangkan dengan cermat agar tidak menghambat pertumbuhan sektor energi terbarukan yang sedang berkembang pesat. Keterlibatan masyarakat, industri, dan para ahli melalui simulasi dan uji coba peraturan dapat membantu mencapai kebijakan yang lebih efektif dan berkelanjutan dalam mendukung energi terbarukan di Indonesia.

Written by Gabrella Seilatuw | 13 Mar 2024