Regulasi dan Dukungan Pemerintah terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Listrik menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan manusia. Tanpa listrik, peralatan elektronik, penerangan serta peralatan lain yang membutuhkan listrik tidak dapat digunakan dan berfungsi sebagaimana mestinya. Listrik juga menjadi sumber penerangan bagi kehidupan manusia dan merupakan kebutuhan dasar untuk segala aktivitas. Kebutuhan akan listrik konvensional yang bersumber dari energi fosil yang semakin meningkat juga dapat mengakibatkan krisis listrik terjadi kapan saja.

Untuk mencegah terjadinya krisis tersebut, saat ini banyak yang mulai beralih menggunakan sumber energi alternatif. Salah satu sumber energi alternatif yang paling banyak digunakan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya, atau yang lebih dikenal sebagai PLTS. Hal ini tentu di latar belakangi oleh berbagai sumber daya alam yang sangat melimpah di Indonesia. PLTS sendiri yang sumber energi utama nya adalah sinar matahari, menjadi sumber potensi listrik terbaharukan yang sangat melimpah.

Melihat bahwa potensi surya di Indonesia sangat berlimpah sebagai negara dengan iklim tropis. Sumber energi yang dapat menghasilkan listrik hemat serta ramah lingkungan tentu menjadi kebutuhan yang dapat membantu menghemat pengeluaran. Tentu, Pembangkit listrik tenaga surya ini dapat menjadi solusi terbaik bagi Anda yang ingin lebih hemat energi dan hemat biaya.

Di Indonesia, perkembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap ini mengalami lonjakan yang sangat signifikan. Pemerintah menyebut terus mendorong proyek tersebut dengan sejumlah strategi. Dari data yang diperoleh, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa pengembangan PLTS atap telah menyentuh angka 4.399 pelanggan dengan kapasitas 42,39 megawatt peak (MWp) hingga Oktober 2021. Sepanjang Januari–September 2021, pengembangan pembangkit listrik tenaga surya atap menyentuh 17,88 MW. Sebagai perbandingan, realisasi kapasitas terpasang PLTS atap pada 2020 hanya sebesar 13,4 MW. Jumlah itu tentu masih jauh dari potensi yang di miliki oleh Indonesia dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga surya, yakni 3.294 GW.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya menerangkan bahwa pemerintah terus membarui potensi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di dalam negeri untuk mempermudah upaya pengembangannya. “Potensi EBT yang kita miliki sudah lebih besar, yaitu lebih dari 3.600 GW yang ditopang lebih utama pada solar,” katanya dalam Asia Solar Forum, Indo EBTKE Conex 2021, Kamis (25/11/2021). Baca Juga : EBT Menggeliat, Pengembangan PLTS Bisa Tumbuh Hingga 2 GW per Tahun Dalam paparannya, potensi energi surya tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Tiga wilayah dengan potensi pengembangan PLTS adalah Nusa Tenggara Timur 369,5 GWp, Riau dengan 290,41 GWp, dan Sumatra Selatan 285,18 GWp.

Melihat pengembangan pembangkit listrik tenaga surya yang ada di Indonesia , tentu kita perlu meninjau lebih dalam bagaimana regulasi yang mengatur pembangkit listrik tenaga surya yang ada. Hal ini tentu berkaitan dengan upaya maupun aturan yang ada terkait pengembangan dari pembangkit listrik tenaga surya yang merupakan energi listrik yang ramah lingkungan dan hemat ini.

Regulasi Pemerintah Perihal Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Pada 18 Januari 2022, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan regulasi tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap sebagai upaya pemerintah dalam mencapai target energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.
Peraturan ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS atap yang terhubung pada jaringan tenaga listrik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum ini, merupakan penyempurnaan dari peraturan yang ada sebelumnya sebagai upaya memperbaiki tata kelola dan keekonomian pembangkit listrik tenaga surya atap.

Melalui Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Dadan Kusdiana, Aturan serta regulasi juga menjelaskan bahwa aturan terkait pembangkit listrik tenaga surya ini juga merupakan langkah untuk merespons dinamika yang ada dan memfasilitasi keinginan masyarakat untuk mendapatkan listrik dari sumber energi terbarukan, serta berkeinginan berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca.
Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang Regulasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap (H2)

Adapun substansi pokok dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2021 yaitu:

  1. Ketentuan ekspor kWh listrik ditingkatkan dari 65 persen menjadi 100 persen.
  2. Kelebihan akumulasi selisih tagihan dihilangkan dan diperpanjang dari tiga bulan menjadi enam bulan.
  3. Jangka waktu permohonan PLTS atap menjadi lebih singkat dengan durasi lima hari tanpa penyesuaian perjanjian jual beli listrik (PJBL) dan 12 hari dengan adanya penyesuaian PJBL.
  4. Mekanisme pelayanan berbasis aplikasi untuk kemudahan penyampaian permohonan, pelaporan, dan pengawasan program PLTS atap.
  5. Pembukaan peluang perdagangan karbon dari PLTS atap.
  6. Tersedianya Pusat Pengaduan PLTS atap untuk menerima pengaduan dari pelanggan PLTS atap atau Pemegang IUPTLU.
  7. Perluasan pengaturan tidak hanya untuk pelanggan PLN saja tetapi juga termasuk pelanggan di wilayah usaha non-PLN (Pemegang IUPTLU).

Dari regulasi yang telah mengatur bagaimana aturan penggunaan dan pemanfaatan sumber energi matahari ini, tentu bagi Anda tidak perlu khawatir jika ingin menggunakan PLTS Atap sebagai sumber energi listrik bagi keluarga Anda dirumah. Tentu dukungan dari pemerintah ini memerlukan apresiasi dan partisipasi dari kita semua untuk membantu menjaga lingkungan alam sekitar melalui pengurangan emisi gas serta pemanasan global.
Kementerian ESDM memproyeksikan target PLTS atap sebesar 3,6 gigawatt yang akan dilakukan secara bertahap hingga tahun 2025. Selain itu, pemanfaatan energi cahaya matahari sebagai sumber listrik juga merupakan upaya untuk membantu menyelesaikan kesenjangan pemanfaatan energi surya di Indonesia. Bahwa di Indonesia sendiri, pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya masih pada angka 0,13% dari keseluruhan pembangkit listrik yang ada.

Dampak Positif Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap

Dukungan dari program pemerintah ini tentu juga akan berdampak positif pada berbagai hal, yang di antaranya:

  1. Berpotensi menyerap 121.500 orang tenaga kerja.
  2. Berpotensi meningkatkan investasi sebesar Rp 45 triliun sampai dengan Rp 63,7 triliun untuk pembangunan fisik PLTS dan Rp2,04 triliun sampai Rp4,1 triliun untuk pengadaan kWh Exim.
  3. Mendorong tumbuhnya industri pendukung PLTS di dalam negeri dan meningkatkan daya saing dengan semakin tingginya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
  4. Mendorong produk hijau sektor jasa dan industri hijau untuk menghindari penerapan carbon border tax di tingkat global.
  5. Menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 4,58 juta ton karbon dioksida ekuivalen.
  6. Berpotensi mendapatkan penerimaan dari penjualan nilai ekonomi karbon sebesar Rp60 miliar per tahun (asumsi harga karbon 2 dolar AS per ton karbon dioksida ekuivalen).

Nah, itulah beberapa penjelasan terkait regulasi serta dampak positif pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap yang dapat Anda dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik di rumah. Anda dapat dengan mudah mendapatkan kebutuhan PLTS atap melalui jual panel surya atap terbaik. Tentu dengan harga dan penawaran terbaik!

Written by Gabrella Seilatuw | 17 Mar 2024