Pemanfaatan Tenaga Surya di Atas Air atau PLTS Terapung

Pemanfaatan energi surya sebagai energi terbarukan di Indonesia terus dilakukan. Potensi energi surya yang mencapai 4.8 KWh/m2 atau setara dengan 112.000 GWp ini tentu menjadi sumber energi yang menguntungkan jika dimanfaatkan dengan bijak. Pemerintah terus mendorong pengembangan energi surya dan menargetkan sebesar 0.87 GW atau sekitar 50 MWp/tahun kapasitas PLTS terpasang hingga 2025 mendatang.

Salah satu bukti pengembangan energi tenaga surya ini adalah pembangkit listrik di atas air (PLTS Terapung) yang telah mulai dibangun. Proyek pembangunan PLTS Terapung pertama di Indonesia dan merupakan terbesar di Asia Tenggara ini resmi dibangun di Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat.

PLTS terapung dibangun dengan menempatkan modul-modul surya di atas badan air, seperti waduk, sungai, danau, atau bahkan laut. Di Asia, PLTS terapung mulai mendapatkan perhatian serius karena banyaknya badan air yang tersedia dan mampu menjawab permasalahan kelangkaan lahan serta persaingan penggunaan lahan dengan kegiatan lain seperti pertanian. Selain manfaat konservasi lahan, manfaat tambahan lainnya juga menjadi pendorong utama meningkatnya serapan instalasi PLTS terapung.

Tujuan utama dari adanya pengembangan pembangkit listrik tenaga surya tak lain adalah untuk memanfaatkan sumber energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dan menggantikan sumber energi berbasis fosil sebagai sumber listrik.

Prioritas Kementerian ESDM dalam Pengembangan PLTS

Pengembangan PLTS di Indonesia terus dilakukan guna meningkatkan energi terbarukan. Terlihat dari peningkatan aspek kebijakan yang telah pada tahap implementasian. PLTS di Indonesia telah memiliki basis yang kuat meskipun dalam penerapanya belum sepenuhnya optimal. Secara teknologi, industri photovoltaic (PV) di Indonesia baru mampu melakukan pada tahap hilir, yaitu memproduksi modul surya dan mengintegrasikannya menjadi PLTS, sementara sel suryanya masih impor.

Hal inilah yang menjadi salah satun kendala yang belum teratasi, mengingat sel surya merupakan komponen utama dan termasuk paling mahal dalam sistem PLTS. Meski demikian, melalui kebijakan APBN, sejak tahun 2011 Kementerian Keuangan berkolaborasi dengan Kementerian ESDM c.q. Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) berkomitmen untuk mencapai target bauran energi baru terbarukan yang sudah ditetapkan sebesar 23% pada tahun 2025 mendatang.

Selain itu, program pembangunan infrastruktur EBT ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di wilayah perbatasan tertinggal, daerah terisolir, dan pulau-pulau terluar. Dalam kurun waktu 6 tahun (2016 s.d. 2021), Pemerintah telah mendistribusikan BMN Infrastruktur kepada pihak-pihak yang membutuhkan melalui skema alih status penggunaan, hibah, dan/atau penyertaan modal pemerintah pusat. Skema pengelolaan BMN ini sesuai Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2014 sebagaimana diubah dengan PP nomor 28 tahun 2020.  Adapun penerima manfaat dari BMN Infrastruktur EBT antara lain:

  1. PLTS Terpusat telah diberikan kepada 21 pemerintah provinsi (pemrov) dan 31 pemerintah kabupaten/kota (pemkab/kota);
  2. PLTS Rooftop telah diberikan kepada 33 pemrov, 25 pemkab/kota, 18 pondok pesantren, 6 satuan kerja KESDM, dan 8 kementerian/lembaga (K/L);
  3. LTSHE telah diberikan kepada 364.315 rumah tangga;
  4. PJU Tenaga Surya telah diberikan kepada 33 pemrov dan 217 pemkab/kota;
  5. PLTMH telah diberikan kepada 12 pemkab/kota;
  6. PLT POME (Palm Oil Mill Effluent) telah diberikan kepada 4 pemkab/kota;
  7. Biogas Komunal telah diberikan kepada 8 pemkab/kota dan 6 pondok pesantren.

Di tahun 2022 ditargetkan akan dilakukan pembangunan sebanyak 33.476 unit BMN Infrastruktur dengan anggaran sebesar Rp483 miliar. Selain 7 jenis BMN Infratruktur EBT di atas, Pemerintah juga sedang melaksanakan program pemasangan paket Alat Penyalur Daya Listrik (APDAL) bagi masyarakat yang berada di wilayah desa yang belum terjangkau jaringan listrik.

Pembangunan PLTS Terapung di Cirata, Jawa Barat

Sebagai rencana strategi energi nasional, Pembangkit Listrik Tenaga Surya menjadi salah satu program yang diprioritaskan oleh Kementerian ESDM. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Pemerintah saat ini telah melakukan pembangunan PLTS tenaga Surya Terapung, dimana pada penyusunan RUPTL 2021-2030 saat ini, semua danau, waduk dan bendungan yang ada di Pulau Jawa akan masuk dalam rencana penyediaan listrik melalui PLTS Terapung.

Proyek yang sudah pada tahap pembangunan ini memiliki nilai investasi mencapai US$129 juta atau sekitar Rp1,8 triliun, dengan komposisi saham 51% oleh PT PJBI dan 49% Masdar. Pembangkit listrik tenaga surya yang ditargetkan dapat beroperasi pada akhir 2022 ini dibangun dengan konsep green energi dan disebut dapat memproduksi listrik berkapasitas 145 Mega Watt AC.

PLTS terbesar di Asia Tenggara ini pada nantinya dibangun Masdar yang merupakan salah satu perusahaan energi terbarukan resmi milik Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA). Berdasarkan keterangan yang ada, PLTS Terapung di Cirata memiliki luas sekitar 250 hektar dan di bangun atas waduk Cirata yang memiliki luas total 6.200 hektar.

PLTS terapung ini diproyeksikan memproduksi listrik sebesar 250 GWh/tahun. Sedangkan PLTS Terapung yang ada di Cirata, merupakan bagian dari Proyek Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan Pemerintah Republik Indonesia melalui PT. PLN (Persero) dalam rangka meningkatkan bauran Energi Baru Terbarukan agar mencapai target 23% energi terbarukan di tahun 2025.

Potensi PLTS Terapung di Jawa Tengah

Selain PLTS Terapung yang saat ini dibangun di Cirata Jawa Barat, Jawa Tengah juga memiliki potensi PLTS Terapung yang sangat besar. Jawa Tengah yang termasuk salah satu provinsi pengembang PLTS terpesat di Indonesia telah merencanakan pembangunan PLTS Terapung.
PLTS jenis ini akan dipasang di beberapa waduk di Jateng, terdapat 43 waduk di seluruh Jawa Tengah: sebanyak 39 waduk dibangun di tahun 1990-an dan terdapat 4 waduk sisanya yang relatif baru (dibangun di tahun 2000-an).

Berdasarkan data dari Institute for Essential Service Reform (IESR), hasil perhitungan potensi PLTS Terapung di Jawa Tengah secara keseluruhan sebesar 727,25 MWp dari 42 waduk buatan di Jawa Tengah. Sebanyak 92,3% (atau sebesar 671,85 MWp) disumbangkan oleh potensi teknis waduk besar (11 waduk), 7,36% (53,25 MWp) dari potensi teknis waduk sedang (24 waduk), dan sisanya (2,14 MWp) disumbangkan oleh potensi teknis waduk kecil (7 waduk).

Pada kategori waduk besar, Waduk Kedung Ombo, Gajahmungkur, Wadaslintang, dan Mrica memiliki potensi terbesar, yang besarnya masing-masing, 268, 148, 77, dan 72 MWp. Di kategori waduk sedang, waduk Jatibarang, Logung, dan Malahayu menduduki potensi tiga terbesar dengan kapasitas masing-masing sebesar lebih kurang 5 MWp. Untuk kategori waduk kecil, terdapat tujuh waduk yang masuk di kategori ini dengan kapasitas kurang dari 0,5 MWp.
Jika seluruh waduk pada waduk tersebut dipasangi PLTS Terapung dengan potensi kapasitas tersebut, potensi pembangkitan listrik yang dihasilkan mencapai 974,66 GWh per tahun, atau sekitar 3,47% dari produksi listrik netto di Jawa Tengah dan Yogyakarta di tahun 2018.

Nah, inilah penjelasan tentang pemanfaatan tenaga surya di atas air atau PLTS Terapung di Indonesia. Lebih bijak dalam memanfaatkan energi yang ada dan beralih menggunakan energi bersih sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari merupakan solusi terbaik untuk meminimalisir pemanasan global. 

Written by Nonny Anasih | 20 Mar 2024