Mengapa Batu Bara Berdampak Buruk terhadap Lingkungan?

Batu bara merupakan bahan bakar stategis yang sekaligus menjadi sumber daya energi yang sangat besar. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan batu bara terbesar dan menduduki posisi ke-4 sebagai negara pengekspor batu bara. Dengan potensi batu bara yang begitu besar, tak heran jika batu bara masih mendominasi sumber energi di Indonesia. Seperti bahan bakar pembangkit listrik dan pemenuhan kebutuhan lainnya. Adanya batu batu bara memang berpengaruh signifikan terhadap kehidupan manusia. Penambangan batu bara dapat meningkatkan ekonomi selama bertahun-tahun, sebagai penyumbang devisa negara, dan juga mendatangkan hasil yang cukup besar.

Meski demikian, penambangan batu bara sering dianggap sebagai sumber kemakmuran juga sumber perusakan lingkungan. Apa alasannya? Eksploitasi batubara besar-besaran secara ekologis sangat merugikan karena mengancam kerusakan lingkungan, seperti pemanasan global, polusi udara, polusi tanah, dan juga kesehatan manusia. Mungkin Anda juga telah sering mendengar isu perubahan iklim dan pemanasan global, bukan? Tentu saja ada banyak faktor pendorongnya, penggundulan hutan dan mobil yang mengeluarkan karbon dioksida ke atmosfer. Akan tetapi,  kontributor terbesar dari semuanya adalah ketergantungan kita yang berkelanjutan pada batu bara sebagai sumber energi.

Ketergantungan terhadap batu bara harus dibayar dengan harga kerusakan lingkungan untuk generasi mendatang. Mengapa Batu bara  berdampak buruk bagi kehidupan? Mari kita bahan lengkap di sini!

Dampak Negatif terhadap Lingkungan

Pemanasan Global

Pemanasan global merupakan salah satu efek batu bara yang paling besar. Baik kegiatan penambangan batu bara maupun pembangkit listrik bertenaga batu bara melepaskan gas rumah kaca yang memerangkap panas seperti karbon dioksida dan metana. Berdasarkan data Global Energy Monitor, tambang batu bara di Indonesia menghasilkan emisi metana sebanyak 58 juta ton CO2e20 per tahun.

Hal ini membuat Indonesia menjadi negara penghasil metana terbesar ke-8 di dunia. Emisi metana tambang batu bara diprediksi akan terus menjadi masalah ke depannya meski ada usaha penghentian tambang. Pasalnya, tambang yang sudah berhenti beroperasi pun masih menghasilkan metana.

Polusi Udara

Sebagian besar polusi udara di dunia dapat dikaitkan dengan pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna seperti batu bara, bensin, dan minyak.
Faktanya, batubara menghasilkan lebih banyak polusi udara daripada sumber energi lainnya.  Emisi udara hasil pembakaran batu bara disebut sebagai partikel beracun yang mengandung sulfur dioksida, nitrogen oksida, timbal, dan logam berat lainnya, yang semuanya berdampak negatif pada kesehatan manusia. Dampak terburuknya bisa mengakibatkan penyakit berbahaya seperti penyakit paru-paru, masalah pernapasan, kesulitan bernapas, penyakit kardiovaskular, gangguan saraf, kanker, dan bahkan kematian.

Polusi Air

Permukaan batubara yang mengandung pirit (besi sulfide) berinteraksi dengan air menghasilkan Asam sulfat yang tinggi sehingga dapat membunuh ikan-ikan di sungai, tumbuhan, dan biota air yang sensitif terhadap perubahan pH yang drastis. Batubara yang mengandung uranium dalam konsentrasi rendah, torium, dan isotop radioaktif yang terbentuk secara alami yang jika dibuang akan mengakibatkan kontaminasi radioaktif. Meskipun senyawa-senyawa ini terkandung dalam konsentrasi rendah, namun akan memberi dampak signifikan jika dibung ke lingkungan dalam jumlah yang besar.

Emisi merkuri ke lingkungan terkonsentrasi karena terus menerus berpindah melalui rantai makan dan dikonversi menjadi metilmerkuri, yang merupakan senyawa berbahaya dan membahayakan manusia. Terutama ketika mengkonsumsi ikan dari air yang terkontaminasi merkuri. Selain dapat berdampak buruk bagi air karena kandungan zatnya, konsumsi air dari pabrik batu bara juga turut menjadi permasalahan. Sederhananya, pembangkit listrik tenaga batu bara menggunakan banyak air per jam dan memberi beban pada konsumsi sumber daya air. Hal ini tentu akan menambah daftar pemborosan penggunaan sumber daya air.

Polusi Suara

Hari demi hari, tambang batu bara dan pabrik pengolahannya terus beroperasi, hal ini tentu akan sangat mengganggu kehidupan masyarakat sekitar.
Dan meskipun mungkin bukan yang paling berbahaya dari semua aktivitas penambangan batu bara, kebisingan buatan manusia yang dihasilkan dari pengeboran, peledakan, dan pemindahan batu bara  menjadi salah satu polusi udara yang mengganggu. Tidak mengherankan, hal ini berdampak langsung pada kesehatan masyarakat dan menurunkan kualitas hidup mereka, antara lain menyebabkan gangguan pendengaran, kognitif, dan gangguan tidur.

Namun bukan hanya manusia yang terkena dampak kebisingan yang ditimbulkan oleh aktivitas penambangan batu bara. Penelitian telah membuktikan bahwa polusi suara bahkan dapat mengganggu kebiasaan berkembang biak satwa liar setempat dan merupakan kekuatan pendorong di balik kepunahan beberapa spesies.

Penurunan Kesuburan Tanah

Kesuburan tanah merupakan potensi tanah untuk menyuplai nutrisi secara utuh untuk menjamin potensi maksimum bagi pertumbuhan tanaman. Namun tingkat kesuburan tanah dapat menurun dikarenakan beberapa hal. Salah satu penyebab penurunan tingkat kesuburan tanah karena adanya kegiatan penambangan batu bara yang merusak susunan tanah karena penggunaan alat-alat berat. Perusakan susunan ini akan berdampak buruk terhadap sifat fisik tanah serta struktur tanah yang sudah terbentuk secara alami pun akan terganggu karena adanya penambangan.

Perusakan lapisan ini akan mengubah sifat-sifat tanah terutama sifat fisik tanah. Struktur tanah yang terbentuk secara alami yang tersusun secara teratur dari lapisan atas hingga lapisan bawah akan terganggu karena adanya penambangan.  Unsur hara seperti C- organik, N, P, K, Mg, Ca, Mn, KB dan unsur hara lainnya.

Perubahan Iklim

Emisi dari pembangkit listrik tenaga batu bara merupakan salah satu penyumbang gas rumah kaca terbesar bagi bumi yang berdampak pada perubahan iklim. Faktanya, pembangkit listrik tenaga batu bara menghasilkan seperlima dari gas rumah kaca global yang lebih banyak daripada sumber lainnya.
Ketika dilepaskan ke atmosfer, gas-gas ini akan berdampak secara luas seperti;

  • Meningkatnya kekeringan
  • Naiknya permukaan laut
  • Pola cuaca ekstrem
  • Suhu lebih panas
  • Risiko kesehatan

Radioaktivitas dan Batubara

Ketika Anda memikirkan radioaktivitas dan sumber pasokan energi, hal pertama yang muncul di benak Anda pasti adalah pembangkit listrik tenaga nuklir. Meski ini benar, tetapi pada bentuk asli batubara juga  mengandung sejumlah thorium dan uranium yang merupakan bahan radioaktif. Kedua unsur radioaktif ini memanas ketika pembakaran batu bara pada pembangkit listrik tenaga batu bara, dan kemudian dipancarkan dalam abu terbang hingga 10 kali dari aslinya. Faktanya, penelitian telah membuktikan bahwa abu terbang dari pembangkit listrik tenaga batubara membawa radiasi 100 kali lebih banyak ke lingkungan sekitar daripada pembangkit listrik tenaga nuklir yang menghasilkan energi yang sama.

Kesehatan Manusia

Dampak yang paling buruk penggunaan batu bara adalah terhadap manusia. Seperti yang telah kami jelaskan pada poin sebelumnya, semua itu terkait dengan keberlangsungan hidup manusia. Baik cepat atau lambat, dampak negatifnya pasti akan dirasakan oleh manusia. Seperti halnya dengan kualitas udara, hasil pembakaran batu bara yang mengandung zat beracun akan menyebabkan masalah yang berhubungan dengan kesehatan.

Ketika manusia menghirup udara itu secara berkelanjutan, ini dapat mempengaruhi masalah fungsi paru-paru seperti asma dan kesulitan bernapas. Mungkin saat ini masih belum terasa secara langsung, tetapi jika dianalisis jangka panjang tentu akan menjadi persoalan yang sangat mendesak.
Selain itu, dampak lainnya akan saling berkaitan karena manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungan. 

Lantas, bagaimana cara menanggulangi dampak ini semua? Salah satu upaya yang paling efektif saat ini adalah mengurangi penggunaan bahan bakar batu bara dengan alternatif lainnya.  Mungkin terlihat sangat sulit bertransisi ke energi alternatif yang terbarukan, tetapi jika kondisi ini berlanjut, dampaknya juga akan semakin parah.

Written by Heldania Ultri Lubis | 25 Mar 2024