Hambatan Perkembangan Energi Baru Terbarukan Di Indonesia

Indonesia, sebagai negara dengan potensi sumber daya alam yang melimpah, memiliki peluang besar untuk mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) sebagai alternatif yang lebih bersih dan berkelanjutan. Namun, memanfaatkan potensi ini untuk menghasilkan listrik atau sumber energi lainnya bukanlah tugas yang mudah. Terdapat beberapa tantangan utama yang perlu diatasi dalam pengembangan EBT di Indonesia.

Indonesia memiliki target berupa proporsi EBT sebesar 23% dari total produksi energi di tahun 2025. Untuk mencapai target ini, Kementerian ESDM menyatakan bahwa diperlukan investasi sebesar 36,95 miliar dolar AS. Pada tahun 2020 sendiri, diharapkan tercapai investasi sebesar 2 miliar dolar AS. Namun, tren pada tahun ini menunjukkan bahwa target investasi tersebut terancam tidak tercapai akibat dari masih rendahnya minat investasi EBT di Indonesia dan kondisi pandemi Covid-19 yang menyulitkan pembuatan proyek pembangkit listrik baru.

Menarik investor seharusnya bukan menjadi sebuah masalah. Investasi dapat terjadi ketika seorang investor melihat bahwa suatu bidang dapat menghasilkan keuntungan. Memang benar bahwa sektor EBT masih sangat muda jika dibandingkan dengan sektor lain, seperti bahan bakar fosil. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa terdapat berbagai tipe investor yang memiliki pertimbangan masing-masing dalam berinvestasi, termasuk investor lokal dan asing yang akhirnya memutuskan untuk berinvestasi di sektor EBT.

Hambatan Pengembangan Energi Baru Terbarukan

Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam pengembangan energi baru terbarukan adalah faktor pembiayaan EBT yang memiliki karakteristik tersendiri. Selain masalah teknologi, pendanaan, dan ketersediaan bahan baku, politik anggaran energi juga menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan.

Ketergantungan pada Sumber Energi Konvensional

Salah satu hambatan pengembangan EBT di Indonesia adalah ketergantungan yang tinggi pada sumber energi konvensional, seperti batu bara dan minyak bumi. Ketergantungan ini seringkali sulit untuk diubah karena infrastruktur yang sudah ada dan biaya yang rendah dalam penggunaan sumber energi konvensional. Transisi menuju EBT memerlukan kebijakan yang kuat dan komitmen jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

Kondisi Keuangan dan Investasi

Hambatan pengembangan EBT di Indonesia adalah keterbatasan sumber daya keuangan dan kurangnya investasi yang memadai. Pengembangan proyek EBT membutuhkan investasi yang besar, terutama dalam infrastruktur dan teknologi yang terkait. Kurangnya akses terhadap pembiayaan, birokrasi yang kompleks, dan ketidakpastian kebijakan investasi seringkali menghambat minat investor dalam mendukung proyek EBT di Indonesia.

Infrastruktur dan Kesiapan Teknis

Kurangnya infrastruktur dan kesiapan teknis juga menjadi hambatan pengembangan EBT di Indonesia. Pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan energi angin memerlukan infrastruktur yang memadai, seperti jaringan listrik yang handal dan sistem penyimpanan energi. Selain itu, kurangnya ketersediaan tenaga kerja terampil dalam teknologi EBT juga menjadi tantangan dalam membangun dan mengoperasikan infrastruktur EBT secara efektif.

Regulasi dan Kebijakan yang Tidak Konsisten

Ketidakpastian dalam regulasi dan kebijakan juga menjadi hambatan pengembangan EBT di Indonesia. Perubahan kebijakan yang sering, kurangnya kepastian mengenai insentif dan mekanisme pendanaan, serta proses perizinan yang kompleks dapat membuat para pemangku kepentingan enggan untuk berinvestasi dalam proyek EBT. Diperlukan kebijakan yang jelas, konsisten, dan terarah untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan EBT di Indonesia.

Peneliti Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam, menunjukkan bahwa politik anggaran energi di Indonesia belum sepenuhnya mendukung pengembangan energi baru terbarukan. Dalam banyak kasus, Hambatan pengembangan EBT dipengaruhi oleh anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan energi masih didominasi oleh energi konvensional, seperti batu bara dan minyak bumi. Perubahan yang signifikan dalam politik anggaran energi perlu dilakukan untuk memprioritaskan pengembangan EBT.

Potensi EBT yang Tidak Tergarap

Meskipun Indonesia memiliki potensi EBT yang besar, sebagian besar potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Buku Rencana Induk Pengembangan Energi Baru Terbarukan 2010-2025 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa hanya sebagian kecil dari potensi energi baru terbarukan di Indonesia yang telah dimanfaatkan. Masih ada banyak potensi yang belum digali, terutama di provinsi-provinsi seperti Papua, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, dan Aceh.

Mengatasi Hambatan Pengembangan Energi Baru Terbarukan Di Indonesia

Untuk mengatasi hambatan-hambatan pengembangan EBT ini, perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan EBT. Kebijakan dan regulasi yang jelas, insentif yang menarik, peningkatan akses terhadap pembiayaan, dan investasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi EBT adalah beberapa langkah penting yang harus diambil. Selain itu, penting untuk memperkuat kesadaran dan pendidikan tentang EBT agar masyarakat dapat mengambil peran aktif dalam pengembangan dan penggunaan EBT di Indonesia.

Dengan mengatasi hambatan pengembangan EBT ini, Indonesia dapat memanfaatkan potensi EBT yang besar dan menjadi pemimpin regional dalam pengembangan energi baru terbarukan. Transisi menuju EBT bukan hanya penting untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan melindungi lingkungan, tetapi juga untuk menciptakan peluang ekonomi baru, mengurangi ketergantungan pada energi fosil, dan meningkatkan keberlanjutan energi bagi generasi mendatang.

Tantangan dalam Integrasi Grid Listrik

Integrasi sistem EBT ke dalam grid listrik yang sudah ada merupakan hambatan pengembangan EBT lain dalam pengembangan EBT di Indonesia. Perlu ada penyesuaian dan perbaikan pada infrastruktur grid yang ada agar dapat mengakomodasi pemasukan energi terbarukan secara efisien. Pengembangan jaringan transmisi yang kuat dan sistem manajemen grid yang canggih diperlukan untuk mengatasi tantangan dalam mengintegrasikan sumber energi terbarukan yang fluktuatif ke dalam sistem grid yang stabil.

Kendala Akses Pembebasan Lahan

Pengembangan proyek energi terbarukan seringkali menghadapi kendala akses ke lokasi dan pembebasan lahan yang memadai. Lokasi yang ideal untuk pembangkit listrik tenaga surya dan energi angin seringkali berada di daerah terpencil atau jauh dari pusat distribusi listrik. Diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah, pemilik tanah, dan pengembang proyek untuk memfasilitasi akses dan pembebasan lahan yang diperlukan dalam menyelesaikan hambatan pengembangan EBT.

Skala Ekonomi dan Biaya

Meskipun biaya teknologi EBT telah menurun secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, masih ada tantangan dalam mencapai skala ekonomi yang dapat bersaing dengan sumber energi konvensional. Investasi awal yang besar dalam infrastruktur dan teknologi EBT masih menjadi kendala bagi banyak proyek. Perlu adanya dukungan kebijakan yang tepat, termasuk insentif fiskal dan mekanisme pendanaan yang kompetitif, untuk mempercepat penurunan biaya dan meningkatkan daya saing EBT.

Kestabilan Pasokan Energi

Pasokan energi adalah faktor penting dalam pengembangan EBT. Sumber energi terbarukan seperti matahari dan angin bersifat fluktuatif dan bergantung pada kondisi alam. Oleh karena itu, tantangan dalam mengatasi fluktuasi dalam pasokan energi dan menyediakan sumber energi yang dapat diandalkan menjadi kunci dalam meningkatkan penerimaan dan kepercayaan terhadap EBT.

Untuk mengatasi hambatan pengembangan EBT ini, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk memfasilitasi dan mendorong pengembangan EBT di Indonesia. Diperlukan kebijakan jangka panjang yang konsisten, perbaikan regulasi yang mempermudah investasi, pembiayaan yang lebih mudah diakses, dan peningkatan dukungan teknis dan pendidikan. Kolaborasi yang erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil juga penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan EBT.

Indonesia dapat memanfaatkan potensi EBT yang melimpah untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil, mengurangi emisi gas rumah kaca, menciptakan lapangan kerja baru, dan mencapai keberlanjutan energi yang lebih baik. Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global, pengembangan EBT menjadi semakin penting untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Written by Heldania Ultri Lubis | 01 Apr 2024