Energi Surya vs Energi Batu Bara, Mana yang Lebih Baik?

Sumber listrik Indonesia masih bergantung pada energi yang dihasilkan dari batu bara. Sekitar 79 persen listrik yang kita gunakan masih berasal dari energi batu bara. Proses untuk menghasilkan energi listrik dari batu bara dapat menghasilkan polusi yang berbahaya bagi ketahanan lingkungan. Jika kita terus bergantung pada salah satu jenis tambang yang tidak terbarukan tersebut, lingkungan akan tercemar dan berpengaruh pada perubahan iklim.

Pemerintah melihat peluang energi terbarukan untuk menggantikan energi batu bara. Salah satunya adalah energi surya atau matahari. Indonesia berada di tengah garis khatulistiwa sehingga mendapatkan intensitas matahari maksimum sepanjang tahun. WIlayah Indonesia rata-rata dapat menghasilkan 4,5 hingga 5,1 kWh/m2 dari energi matahari. Potensi ini membuat pemerintah optimis sehingga mereka menargetkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 29% pada tahun 2025. Untuk mencapai target, pemerintah membuat kebijakan mengenai Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk masyarakat yang ingin berpartisipasi dengan menggunakan panel surya sebagai sumber energi listrik. Sebenarnya, apa saja yang menjadi perbedaan antara energi batu bara dengan energi surya atau matahari?

1. Energi surya lebih rendah emisi

Emisi yang dikeluarkan PLTS sangat kecil sehingga cenderung tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Sedangkan energi batu bara dalam proses pengumpulan, pengangkutan dan pembakaran menghasilkan emisi yang merusak lingkungan. Proses pembakaran batu bara menghasilkan gas karbon dioksida dalam volume yang besar. Gas ini merupakan salah satu alasan dari fenomena pemanasan global. Jika dibandingkan dengan energi surya, energi surya tidak menghasilkan CO2 sama sekali. Selain itu, hasil dari pembakaran batu bara adalah sulfur dioksida. Emisi gas ini dapat menyebabkan terjadinya hujan asam. Sedangkan energi surya tidak menghasilkan emisi berupa sulfur dioksida.

2. Ketersediaan energi surya cenderung berjangka panjang

Batu bara merupakan salah satu contoh bahan bakar fosil yang kepadatan energinya jauh lebih besar dibandingkan energi surya. Sayangnya, untuk mendapatkan batu bara perlu ditambang dari bawah tanah yang prosesnya berbahaya bagi lingkungan dan persediaannya dapat habis. Sedangkan energi surya memanfaatkan matahari untuk menciptakan energi. Sehingga sumber energi dari sistem panel surya memiliki batas usia yang sangat lama. Dibandingkan energi surya, energi batu bara adalah sumber daya yang terbatas. Energi surya merupakan sumber daya terbarukan setidaknya untuk 4 sampai 5 miliar tahun ke depan.

Jika disimpulkan, energi surya memberikan keuntungan secara jangka panjang. Umur peralatannya yang dapat mencapai hingga 25 tahun membuat energi surya terhitung relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan energi batubara. Walaupun peralatan yang digunakan panel surya lebih banyak, biaya perawatan peralatan panel surya jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan pembangkit listrik yang berasal dari energi batu bara. Perawatannya pun biasanya disediakan perusahaan penyedia panel surya.

Dengan panel surya, Anda dapat menghemat biaya listrik hingga 70%. Selain itu, kelebihan tenaga listrik (excess power) dapat diekspor ke PLN dengan faktor pengali 65%. Artinya, listrik hasil PLTS yang dijual ke PLN dihargai sebesar 65% dari tarif listrik yang berlaku. Anda juga dapat menggunakan deposit energi (yang dicatat oleh Net Meter) untuk mengurangi tagihan listrik bulan berikutnya. Ketersediaan energi surya juga terjamin selama ada matahari untuk menghasilkan energi listrik. Sedangkan jika terus bergantung pada energi fosil seperti batubara akan ada kemungkinan sumber energi itu habis karena tidak terbarukan. Energi surya juga tidak memberikan banyak emisi gas yang dapat memengaruhi kerusakan lingkungan.

Written by Naura Nady Salsabila | 30 Mar 2020