COVID-19 Membawa Perubahan Positif Bagi Keberlangsungan Bumi

Kondisi pandemi mendorong hampir seluruh masyarakat global untuk beraktivitas di dalam ruangan. Tentunya, pandemi juga berdampak terhadap cara pandang masyarakat soal keberlangsungan Bumi. Ketidakpastian yang berakar dari pandemi COVID-19 menjadi salah satu faktor pendorong mengapa sekarang penggunaan renewable energy, khususnya energi surya, semakin populer. Bahkan, energi surya digadang-gadang akan menjadi “the new king of world’s electricity.”

 

Penggunaan energi surya yang meningkat

 

Dampak yang paling terasa dari kemunculan pandemi COVID-19 merupakan krisis ekonomi yang tidak hanya dirasakan di satu negara saja, tetapi hampir di seluruh belahan Bumi. Secara mengejutkan, pandemi juga mempengaruhi konsumsi energi, terutama yang berasal dari bahan bakar fosil dan batu bara.

 

Menurut laporan yang dirilis oleh International Energy Agency (IEA), dikalkulasikan bahwa kebutuhan energi secara global di tahun 2020 menurun hingga 5%, bersamaan dengan menurunnya emisi CO2, investasi energi, minyak bumi, gas, dan batubara. Kebutuhan masyarakat akan renewable energy seperti energi solar pun kian meningkat karena kesadaran publik akan keberlangsungan Bumi yang semakin kuat.

 

Menurut IEA, hampir 90% dari kebutuhan listrik Bumi dipenuhi oleh renewable energy, salah satunya energi solar yang kapasitasnya sudah meningkat 18 kali lipat sejak tahun 2010. Tidak seperti sumber energi lainnya yang terdampak negatif oleh COVID-19, energi solar mampu bekerja tanpa gangguan. 

 

Eropa dan Amerika Latin memimpin penggunaan energi surya

 

Amerika Latin yang sebelumnya lebih mengandalkan hydroelectricity kini mulai bergeser ke penggunaan energi surya. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya perubahan iklim yang menyebabkan kekeringan, badai, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, dipilih energi surya sebagai solusi terbaik, terutama di negara Mexico, Brazil, dan Chile yang memiliki iradiasi tertinggi di dunia sebesar 1.600-2.250 kWh/m2 per tahun. 

 

Dikarenakan kebutuhan akan energi surya yang kian meningkat di 3 negara Amerika Latin tersebut, maka menurut laporan dari Wood Mackenzie, biaya sistem operasi energi surya pun akan menurun hingga 9%. Ditambah lagi dengan adanya investasi, regulasi pemerintah, dan rencana untuk memperbanyak instalasi sistem solar PV di Amerika Latin. 

 

Sementara di benua Eropa, penggunaan energi surya memang sudah lama berlaku. Apalagi mengingat komitmen EU untuk memenuhi 32% dari total kebutuhan energi dengan renewable energy demi keberlangsungan Bumi. Salah satu pilar terbesar dari renewable energy di Eropa ialah energi surya yang ditargetkan akan mencapai kapasitas 7,7 TW di tahun 2050. Menurut data dari Wartsila, penggunaan renewable energy di Eropa mencapai 44% dari total kebutuhan energi selama pandemi berlangsung. 

 

Bagaimana dengan perkembangan penggunaan panel surya di ASEAN selama pandemi?

 

Di ASEAN sendiri, negara Vietnam menjadi yang terdepan dalam instalasi panel surya sejak tahun 2010 hingga 2019, di mana Vietnam sendiri sudah mencapai target 2020 untuk meningkatkan kapasitas energi surya sebesar 4,45 GW. Sementara itu, Indonesia baru mencapai kapasitas energi surya sebesar 53 GW saja. Namun, ini pun menjadi prestasi yang cukup membanggakan mengingat di tahun 2010, Indonesia masih berada di angka 0 GW.

 

Prospek penggunaan panel surya setelah pandemi

 

Prospek panel surya di era post-pandemic terlihat cerah, terutama karena biaya instalasi solar PV yang semakin menurun hingga lebih murah bila dibandingkan dengan pembangkit listrik gas maupun batubara. Ditambah lagi dengan banyaknya investor dunia yang semakin tertarik dengan kemampuan panel surya yang memiliki return yang cukup tinggi. Porsi sebesar 9% dari total kebutuhan energi global kini sudah dipenuhi oleh panel surya, peningkatan besar dari 10 tahun lalu yang hanya mencakup 1% saja. Di era post-pandemic, tentunya panel surya akan terus mendominasi. 

 

Namun, bukan berarti penggunaan panel surya akan berkembang tanpa hambatan. Di negara-negara Eropa, semisal, yang hanya mendapatkan sedikit sinar matahari di musim dingin akan cukup kesulitan untuk sepenuhnya beralih ke panel surya. Meski demikian, kini baterai yang dapat menyimpan energi dari panel surya pun sudah semakin mudah didapatkan. Sehingga, bukan tidak mungkin ke depannya panel surya bisa menjadi sumber energi global demi menjaga keberlangsungan Bumi.

Written by Nonny Anasih | 11 Jan 2021