6 Alasan Anda Harus Mulai Mengurangi Penggunaan Pembangkit Listrik Energi Fosil

Penggunaan pembangkit listrik energi fosil hingga saat ini masih besar. Pembangkit listrik energi fosil sendiri merupakan pembangkit listrik yang membakar bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara, untuk memproduksi listrik. Kebutuhan masyarakat dunia terhadap ketersediaan listrik, khususnya Indonesia, juga terus meningkat seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya.
Kebutuhan listrik yang semakin besar dan meningkat tersebut membuat energi fosil juga terus digunakan. Apalagi hingga saat ini energi fosil masih menjadi salah satu andalan untuk memproduksi listrik di Indonesia. Namun, penggunaan energi fosil harus dikurangi karena membawa sejumlah dampak negatif. Apa saja alasannya? Berikut informasinya!

1. Pencemaran udara

Pembakaran sumber energi fosil tidak hanya membawa manfaat berupa menghasilkan energi, namun juga dampak negatif. Energi fosil menyebabkan senyawa-senyawa yang tidak aman lingkungan terbentuk di atmosfer seperti karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NO2), serta sulphur dioksida (SO2) yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Pencemaran udara yang dimaksud seperti hujan asam, pemanasan global, hingga kabut asap.

Penggunaan energi fosil diketahui dapat mengurangi kadar ozon dan dengan demikian menciptakan lonjakan tingkat kanker kulit. Batu bara yang terbakar melepaskan sulfur oksida sementara pembakaran mesin mobil dan pembangkit listrik mengeluarkan nitrogen oksida, yang menyebabkan kabut asap. Hujan asam juga dapat terjadi akibat penggunaan energi fosil pada pembangkit listrik ketika sebagian NO2 yang ada di udara berubah menjadi asam nitrat (HNO3).

Perubahan NO2 menjadi HNO3 itulah yang dapat menyebabkan terjadinya hujan asam. NO2 sendiri di udara setengah dari konsentrasinya berasal dari pembangkit listrik energi fosil. Sedangkan sisanya berasal dari proses alami seperti kegiatan mikroorganisme yang mengurai zat organik. Pembakaran bahan bakar fosil juga dapat menyebabkan emisi SO2. Sama seperti kadar NO2, setengah dari konsentrasi SO2 berasal dari pembangkit listrik energi fosil.

Setelah teremisi ke udara, gas SO2 dapat membentuk asam sulfat (H2SO4) yang menjadi penyebab timbulnya hujan asam. Hujan asam ini dapat menyebabkan tanah dan perairan seperti danau dan sungai menjadi asam. Lahan pertanian dan hutan yang asam dapat membawa pengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman produksi. Hujan asam bisa menyebabkan terganggunya makhluk hidup di dalam perairan, serta menyebabkan rusaknya bangunan seperti karat dan lapuk.

2. Degradasi tanah

Menggali, mengolah, dan memindahkan cadangan minyak, gas, dan batu bara bawah tanah sangat merugikan lanskap dan ekosistem lingkungan. Industri bahan bakar fosil menyewa lahan yang sangat luas untuk infrastruktur seperti sumur, pipa, jalan akses, serta fasilitas untuk pengolahan, penyimpanan limbah, dan pembuangan limbah. Proses-proses yang dilakukan dalam menghasilkan energi fosil ini dapat menyebabkan degradasi tanah yang sangat merugikan lingkungan.

Dalam kasus penambangan strip, misalnya, seluruh petak medan (termasuk hutan dan seluruh puncak gunung) dikikis dan diledakkan untuk mengekspos batu bara atau minyak bawah tanah. Bahkan setelah operasi dihentikan, tanah yang terlindungi oleh nutrisi tidak akan pernah kembali seperti semula. Akibatnya, habitat satwa liar yang kritis (tanah yang penting untuk berkembang biak dan bermigrasi) akhirnya terfragmentasi dan dihancurkan. Bahkan hewan yang dapat pergi dari lokasi penghasil energi fosil tersebut dapat berakhir menderita, karena mereka sering dipaksa hidup di habitat yang kurang ideal dan harus bersaing dengan satwa liar yang ada untuk mendapatkan sumber daya. Jadi, penggunaan energi fosil bagi pembangkit listrik tidak hanya berdampak pada rusaknya tanah, namun juga pada ekosistem dan habitat satwa-satwa yang seharusnya diberikan ruang untuk hidup.

3. Polusi air

Pengembangan batu bara, minyak, dan gas menimbulkan banyak sekali ancaman bagi saluran air dan air tanah lingkungan. Operasi penambangan batu bara mencuci limpasan asam ke aliran, sungai, dan danau hingga membuang sejumlah besar batu dan tanah yang tidak diinginkan ke sungai. Tumpahan dan kebocoran minyak selama ekstraksi atau transportasi dapat mencemari sumber air minum dan membahayakan seluruh ekosistem air tawar atau laut.
Fracking dan cairan beracunnya juga diketahui dapat mencemari air minum, sebuah fakta yang sayangnya lambat dikenali oleh Badan Perlindungan Lingkungan. Sementara itu, semua operasi pengeboran, fracking, dan penambangan menghasilkan volume besar air limbah, yang dapat diisi dengan logam berat, bahan radioaktif, dan polutan lainnya. Industri menyimpan limbah ini di lubang terbuka atau sumur bawah tanah yang dapat bocor atau meluap ke saluran air dan mencemari akuifer dengan polutan yang terkait dengan kanker, cacat lahir, kerusakan neurologis, dan banyak lagi.

4. Emisi

Bahan bakar fosil memancarkan polusi udara berbahaya jauh sebelum mereka terbakar. Sebagai informasi, sekitar 12,6 juta orang Amerika diketahui terpapar polusi udara beracun setiap harinya. Polusi udara tersebut berasal dari sumur minyak dan gas aktif dan dari fasilitas transportasi serta pembangkit listrik. Polusi tersebut termasuk benzena (terkait dengan leukemia masa kanak-kanak dan gangguan darah) dan formaldehida (bahan kimia penyebab kanker).

Selain itu, industri fracking yang saat ini masih banyak digunakan akan membawa polusi terus-menerus kepada masyarakat, meskipun semakin banyak bukti dampak kesehatan yang serius dari praktik tersebut. Operasi penambangan juga tidak lebih baik, terutama bagi para penambang itu sendiri, yang menghasilkan bahan partikular beracun di udara. Penambangan strip juga dapat melepaskan simpanan karbon raksasa yang disimpan secara alami di alam liar.

5. Pemanasan global

Pemanasan global terjadi ketika karbon dioksida menumpuk di atmosfer. Karbon dioksida muncul dari konversi karbon monoksida yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil. Akibatnya, suhu permukaan bumi meningkat secara drastis. Peningkatan ini cukup untuk menekan sistem ekologi. Implikasinya termasuk cuaca buruk, kekeringan, banjir, perubahan suhu yang drastis, gelombang panas, dan kebakaran hutan yang lebih parah.
Selain itu, dampak tersebut juga sampai pada persediaan makanan dan air  yang terancam. Daerah tropis juga akan berdampak, memungkinkan serangga pembawa penyakit memperluas jangkauannya. Emisi karbon sendiri memerangkap panas di atmosfer dan menyebabkan perubahan iklim. Di Amerika Serikat, pembakaran bahan bakar fosil, khususnya untuk sektor listrik dan transportasi, menyumbang sekitar tiga perempat dari emisi karbon yang ada.

6. Naiknya permukaan laut

Pemanasan global yang disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan naiknya permukaan laut. Pencairan es di kutub dan di gletser dapat menyebabkan naiknya samudra, yang berdampak pada ekosistem dan pemukiman manusia di daerah dataran rendah. Karena es memantulkan sinar matahari dan air menyerapnya, pencairan es juga menciptakan putaran umpan balik, yang menyebabkan pemanasan global semakin cepat.

Itulah beberapa alasan mengapa Anda harus mulai mengurangi penggunaan pembangkit listrik energi fosil. Sebaiknya, gunakanlah pembangkit listrik dengan energi yang lebih ramah lingkungan seperti energi panel surya. Semoga bermanfaat!

Written by Heldania Ultri Lubis | 11 Apr 2019