- Our Contribution:
-
-
CO2 Avoided Kg =

Hampir 50% Sampah di Bumi dari Sisa Makanan: Penyebab, Dampak, dan Solusinya
Sampah makanan menjadi salah satu masalah lingkungan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Menurut data dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), hampir 1,3 miliar ton makanan terbuang setiap tahun, yang setara dengan sepertiga dari total produksi pangan global. Bahkan, beberapa penelitian menyebutkan bahwa sampah makanan menyumbang hampir 50% dari total sampah di dunia. Di Indonesia sendiri, masalah sampah makanan juga menjadi perhatian serius, mengingat besarnya dampak terhadap lingkungan, ekonomi, dan ketahanan pangan.
1. Mengapa Sampah Makanan Menjadi Masalah?
Sampah makanan sering kali diabaikan karena dianggap bagian alami dari kehidupan sehari-hari, namun sebenarnya dampaknya sangat besar. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya volume sampah makanan, di antaranya:
- Produksi Berlebih: Produksi pangan yang melebihi kebutuhan konsumsi sering kali berakhir sebagai sampah, terutama di negara-negara dengan sistem distribusi makanan yang kurang efisien.
- Pemborosan di Rumah Tangga: Ketidaktahuan akan cara penyimpanan yang benar dan kebiasaan membeli lebih dari yang diperlukan membuat makanan sering kali berakhir di tempat sampah.
- Pemborosan di Rantai Pasok: Sebelum sampai ke konsumen, makanan harus melewati beberapa tahap distribusi, mulai dari pengemasan, transportasi, hingga penyimpanan. Pada tahap-tahap ini, sering terjadi pemborosan karena kerusakan atau sistem distribusi yang tidak efektif.
Menurut World Resources Institute (WRI), sekitar 24% dari total kalori makanan global hilang atau terbuang dalam proses produksi hingga konsumsi. Hal ini tentu merugikan, mengingat masih banyak populasi yang kekurangan gizi dan kelaparan.
2. Dampak Lingkungan dari Sampah Makanan
Sampah makanan tidak hanya menjadi masalah dari sisi pemborosan pangan, tetapi juga berdampak besar terhadap lingkungan. Ketika sampah makanan dibuang dan membusuk di tempat pembuangan akhir (TPA), sampah ini menghasilkan gas metana, salah satu gas rumah kaca yang lebih berbahaya daripada karbon dioksida dalam mempercepat perubahan iklim.
Selain itu, proses produksi makanan yang akhirnya terbuang juga memerlukan banyak sumber daya seperti air, tanah, dan energi. Menurut FAO, 250 km³ air, 1,4 miliar hektar lahan, dan 3,3 miliar ton CO₂ terbuang sia-sia setiap tahun akibat sampah makanan. Ini sama dengan sekitar 8-10% dari total emisi gas rumah kaca global. Dampak Ekonomi dan Sosial Sampah makanan juga memiliki dampak ekonomi yang besar. Nilai ekonomi dari makanan yang terbuang diperkirakan mencapai $940 miliar per tahun. Di Indonesia, Bank Dunia memperkirakan bahwa rata-rata rumah tangga kehilangan hingga 4% dari pendapatan mereka hanya karena membuang makanan. Ini berarti, selain berdampak pada lingkungan, sampah makanan juga merugikan ekonomi keluarga dan masyarakat.
Di sisi lain, pemborosan pangan ini memperburuk masalah ketahanan pangan global. Sementara lebih dari 800 juta orang di dunia masih kekurangan gizi, banyak makanan yang diproduksi malah berakhir di tempat sampah.
4. Solusi untuk Mengurangi Sampah Makanan
Mengurangi sampah makanan adalah tanggung jawab bersama yang melibatkan produsen, konsumen, dan pemerintah. Berikut beberapa solusi yang dapat diambil:
- Mengadopsi Sistem Produksi dan Distribusi yang Efisien: Perbaikan dalam sistem distribusi makanan, termasuk penggunaan teknologi rantai pasok yang lebih baik, dapat mengurangi pemborosan di tahap produksi dan distribusi.
- Edukasi Konsumen: Edukasi kepada masyarakat mengenai cara menyimpan, mengolah, dan memanfaatkan makanan dengan benar sangat penting. Kampanye seperti ‘belanja secukupnya’ dan ‘habiskan makananmu’ bisa membantu mengurangi sampah makanan di rumah tangga.
- Pemanfaatan Teknologi untuk Mengurangi Sampah Makanan: Inovasi teknologi, seperti aplikasi untuk membagikan makanan berlebih atau aplikasi yang mengingatkan konsumen untuk mengonsumsi makanan sebelum kadaluarsa, dapat membantu mengurangi pemborosan.
- Pemanfaatan Sampah Makanan untuk Energi: Negara-negara seperti Swedia dan Jerman telah berhasil mengolah sampah makanan menjadi bioenergi. Indonesia bisa mengadopsi teknologi ini sebagai salah satu solusi untuk mengurangi sampah makanan sambil menghasilkan energi.
5. Inisiatif yang Sudah Ada di Indonesia
Indonesia juga mulai menyadari pentingnya mengurangi sampah makanan. Beberapa program dan inisiatif telah diluncurkan, seperti:
- Gerakan ‘Rumah Bebas Sampah’: Banyak komunitas dan organisasi yang mengajak masyarakat untuk mengurangi sampah rumah tangga, termasuk sampah makanan, melalui program edukasi dan pelatihan daur ulang sampah organik.
- Pemanfaatan Sampah Organik untuk Kompos: Pemerintah daerah di beberapa wilayah seperti Bali dan Jakarta telah menggalakkan program pengomposan untuk mengolah sampah organik, termasuk sisa makanan, menjadi kompos untuk pertanian dan perkebunan.
Program-proerupakan awal yang baik, namun masih diperlukan langkah-langkah yang lebih luas dan komprehensif untuk mengurangi sampah makanan di Indonesia.
Kesimpulan
Sampah makanan menyumbang hampir setengah dari total sampah di dunia, dan dampaknya tidak hanya terbatas pada lingkungan tetapi juga mencakup aspek sosial dan ekonomi. Dengan meningkatnya kesadaran global dan berbagai inisiatif, termasuk di Indonesia, untuk mengurangi pemborosan pangan, ada harapan bahwa jumlah sampah makanan bisa ditekan secara signifikan di masa mendatang.
Mengurangi sampah makanan adalah tanggung jawab bersama yang bisa dimulai dari langkah-langkah kecil, seperti mengurangi pembelian berlebihan, memanfaatkan sisa makanan, serta mendukung program daur ulang dan kompos. Dengan cara ini, kita dapat memberikan dampak positif pada lingkungan dan turut menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Referensi
Written by Dwita Rahayu Safitri | 29 Oct 2024